NawalaHPI Mei-Agu 2022 [Ed-2 Vol-3] - Magazine - Page 12
BELAJAR, BERSIAP MENUJU NORMAL
Menurunnya volume pekerjaan berarti tersedianya
lebih banyak waktu. “Manfaatkan waktu untuk mengembangkan kemampuan diri, memahami konteks/latar
belakang topik pekerjaan yang diminati. Salin catatan,
susun glosarium, supaya saat krisis mereda dan
keadaan berangsur normal, keterampilan kita tidak
tumpul,” kata Hanny.
Kondisi krisis tidak semestinya melonggarkan
kesiapsiagaan kita untuk menyongsong masa normal.
Fajar Perdana, anggota penuh HPI dari Bandung, sepakat bahwa pemanfaatan waktu yang positif dengan
belajar adalah salah satu cara terbaik untuk bersiap
menyongsong kondisi normal, “Saya mengambil langkahrefleksi diri, mengevaluasi pekerjaan yang telah
dilakukan. Saya juga mencoba mengembangkan diri
melalui studi literatur dan latihan mandiri,” katanya.
Kesadaran serupa juga ada dalam agensi-agensi
responden survei BLCU. Penguatan kapasitas dalam
membangun toleransi risiko yang lebih baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas kerja jarak jauh, pengembangan teknologi, dan peningkatan kemampuan
pemasaran digital adalah beberapa kegiatan yang
dipilih untuk bersiap menyambut kondisi pascakrisis.
Penyesuaian diri dengan teknologi terbaru memang
menjadi sorotan di sini. Dengan pembatasan fisik,
teknologi pertemuan virtual makin terasa perannya
dalam dunia industri. Di sektor jasa penjurubahasaan,
istilah penjurubahasaan jarak jauh bukanlah istilah
baru. Namun, pandemi virus korona mungkin punya
peran dalam menonjolkan platform baru untuk pen11
NAWALAHPI
| Jan-Mar 2020
PENTINGNYA DANA DARURAT
Satu hal pokok yang sama-sama diamini oleh hasil
survei BLCU dan beberapa anggota HPI yang diwawancarai untuk artikel ini adalah pentingnya ketahanan
keuangan. Dalam survei BLCU, hal ini diungkapkan
dengan istilah penguatan rantai modal. Oleh penerjemah dan juru bahasa lepas, hal ini diekspresikan
dengan istilah yang lebih gamblang: pentingnya dana
darurat.
Sebagaimana dikatakan Desi, “Cadangan kas atau
danadarurat penting sekali untuk menghadapi keadaan
tak terduga seperti sekarang. Sebagai pekerja lepas,
pemasukan kita fluktuatif. Dalam keadaan seperti
saat ini, pasti akan ada pengeluaran tambahan untuk
sehari-hari, padahal pemasukan berkurang. Selain
itu, akan jauh lebih bagus lagi kalau penerjemah/
juru bahasa lepas punya asuransi kesehatan untuk
berjaga-jaga.”
Di tengah-tengah pandemi korona, keselamatan diri
tentu menjadi hal yang utama. Bila nakhoda piawai,
teliti, dan tidak takabur dalam berlayar, alamat perahu
bisnis akan selamat dari badai. Keterangan, wawasan,
dan anjuran yang dirangkum dalam artikel ini hendaklah mampu menyumbang ketepatan bagi alat penunjuk arah Anda dalam berusaha. Tetap sehat dan
semoga selamat!
Redaksi berterima kasih atas kontribusi para anggota
HPI di bawah ini:
| Inanti P. Diran (HPI-01-06-0108)
Rudy Sofyan (HPI-01-11-0453)
Hanny Purnama Sari (HPI-01-10-0219)
Prayudi Wijaya (HPI-01-12-0678)
Fajar Perdana (HPI-01-10-0250)
Desi Mandarini (HPI-01-10-0249)
em
e rj
jurubahasaan jarak jauh.
Sebagai juru bahasa senior, Inanti tetap merasa
perlu memanfaatkan waktu pada masa krisis untuk
mengenal lebih dekat berbagai platform ini, “Saya
belajar menggunakan sarana penjurubahasaan jarak
jauh, seperti Zoom dan Interprefy, karena akan sangat
bermanfaat bilamana tiba-tiba dibutuhkan.”
Pe n
mereka. Intinya, tetap jaga komunikasi,” kata Hanny
Purnama Sari, anggota penuh HPI dari DKI Jakarta.
| ARTIKEL
ah
| LIPUTAN UTAMA
Pe
e
ny
s ka h
lia N a
Bijak dan Efektif sebagai
Pemeriksa LQA
6 KIAT PRAKTIS UNTUK MENINGKATKAN MUTU KERJA TIM
- Oleh Reza Daffi
Dalam evaluasi mutu linguistik (oleh industri
biasa disebut LQA, Linguistic Quality Assurance,
atau LQE, Linguistic Quality Evaluation), pemeriksa bertugas untuk menilai sebuah naskah
terjemahan, memberikan pengurangan poin
atau penalti atas setiap kesalahan yang dia
jumpai untuk menentukan apatah terjemahan
tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan standar (pass atau fail). Penerjemah dapat menanggapi penilaian itu dan meminta penalti dicabut,
tetapi keputusan terakhir berada di tangan
pemeriksa.
Karakteristik LQA inilah yang menjadikannya rentan terhadap “ketidakadilan” dari sisi
pemeriksa. Memang, ada pemeriksa yang terlampau toleran—ini masalah yang juga perlu
dihindari. Namun, sepertinya itu lebih langka
daripada yang arbitrer dan hiperkorektif, yang
sering kali menghasilkan pengalaman belajar
yang tidak optimal bagi semua pihak. Berikut
beberapa kasus yang mungkin terjadi:
(1) pemeriksa memberikan penalti berdasarkan
preferensi acak, (2) pemeriksa menuntut penggunaan ejaan kamus yang terasa ganjil atau
tidak wajar digunakan di dunia nyata, tanpa
kesepakatan sebelumnya, (3) pemeriksa dibekali klien dengan sumber acuan yang tidak
dapat diakses penerjemah, tetapi tidak mempertimbangkan itu saat melakukan evaluasi,
dan, yang paling payah, (4) pemeriksa tidak
mau mengakui bahwa penilaiannya salah
walau penerjemah sudah memberikan
argumen balasan yang sahih.
Walau mungkin dilakukan secara jujur atau
tidak sengaja, evaluasi yang arbitrer dan hiperkorektif cenderung kontraproduktif. Selain
kebingungan yang muncul dan perdebatan
yang dapat berlarut-larut, ada pula potensi
dampak buruk pada penerjemah, misalnya
saat berulang kali dianggap gagal memenuhi
standar dengan alasan yang tidak substantif,
penerjemah merasa frustrasi dan justru kian
mengabaikan mutu pekerjaannya. Keadaan
seperti ini tentu saja menghambat kemajuan
yang kita harapkan.
Bersikap lebih bijaksana tidak berarti menjadi permisif. Pendekatan ini hendaknya dipahami sebagai ikhtiar untuk menjadi lebih adil
dan berfokus pada perbaikan. Salah seorang
manajer saya dulu pernah berkata,
“Jangan lupa, ada manusia
di balik terjemahan ini.”
Sebagai pemeriksa, saya percaya bahwa
nasihat sederhana ini perlu kita ingat agar
evaluasi yang kita lakukan lebih bermanfaat.
Maka, untuk membagikan sejumlah pelajaran
yang saya peroleh setelah mengerjakan
banyak LQA dalam beberapa tahun terakhir,
serta sebagai catatan untuk diri sendiri,
saya telah menyusun 6 kiat berikut. Silakan
membaca.
1. Pelajari dan periksa mutu sumber acuan
Pertama, baca dengan tuntas sumber acuan
yang disediakan klien dan pastikan penerjemah
dapat mengaksesnya atau tidak. Cari tahu
kelemahan yang mungkin ada: terminologinya
tidak selaras atau tidak lengkap, atau panduan
gayanya bertentangan dengan kaidah bahasa
umum. Laporkan masalah itu kepada klien dan
pertimbangkan saat melakukan LQA. Jangan
memberikan penalti untuk kesalahan pertama
yang Anda temukan yang disebabkan oleh
ketidakjelasan aturan. Sebaliknya, gunakan
Jan-Mar 2020
|
NAWALAHPI
12